Tuesday 13 October 2009

HUBUNGAN REKA BENTUK PAKAIAN TRADISIONAL DENGAN KEPEMIMPINAN (Kajian Reka Bentuk Pakaian Tradisional Masyarakat Matrilinial di SUMBAR)

Oleh

Dr. Wesnina, M.Sn.

Dosen tetap (Pensyarah) di Prodi Tata Busana-Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta

(Doktor Falsafah di Universiti Kebangsaan Malaysia dalam bidang Seni dan Budaya)

PENGENALAN

Kepulauan Nusantara yang terbentang mulai dari Sabang (ujung pulau Sumatera) sampai ke Merauke (pulau Irian) dihuni oleh berbagai-bagai-bagai suku. Berbagai-bagai suku itu melangsungkan hidup mereka dengan peraturan masing-masing sehingga menjadi budaya mereka kelihatan berbeda. Perbedaan itu melibatkan kebiasaan harian dan penggunaan peralatan yang mereka warisi turun temurun. Namun peredaran waktu dan perubahan corak kehidupan akibat kemajuan dan pemoderenan menuntut kebiasaan dan peralatan tradisi itu turut berubah. Meskipun begitu terdapat hal-hal yang agak sukar berubah dan dapat bertahan lama yaitu peralatan yang digunakan dalam upacara-upacara yang disebut juga dengan benda budaya.

Terdapat berbagai-bagai peralatan budaya dalam sebuah kelompok karena peralatan itu meliputi pelbagai bidang, peralatan budaya digukan dalam bidang ekonomi, politik, pertanian, sosial, adat istiadat, ritual dan seni dan lain sebagainya. Peralatan tersebut pula mempunyai fungsi langsung seperti peralatan pertanian cangkul yang digunakan untuk mencangkul tanah, kapak untuk membelah kayu, dan parang untuk memotong kayu dan lain-lain. Peralatan seperti ini dapat berubah dengan cepat karena ia mempunyai fungsi utiliti saja. Apabila terdapat peralatan lebih baik dan bagus, ia dapat diganti penggunaan jentera bajak telah menggantikan cangkul. Akan tetapi peralatan yang digunakan dalam bidang ritual, adat istiadat tidak mudah berubah walau ada sedikit pergeseran-pergeseran bentuk dan teknologi saja.

PAKAIAN DAN FUNGSINYA

Definisi pakaian adalah: segala sesuatu yang kita pakai mulai dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Adapun pakaian yang dipakai setiap hari mempunyai dua fungsi besar yaitu pertama pakaian sebagai penutup tubuh dari gangguan cuaca, kedua pakaian untuk menunjukkan status sipemakai (status sosial).

Pada fungsi kedua yaitu pakaian menunjukan status sosial juga dapat dikembangkan kepada dua bahagian besar yaitu pakaian Nasional dan pakaian Tradisional (atau pakaian daerah). Pakaian Nasional dapat diartikan sebagai pakaian yang mencirikan suatu Negara, sebagaimana pakaian Nasional Indonesia telah disepakati secara nasional untuk wanita adalah Kain batik dan kebaya, atau kain batik dengan baju kurung. Pakaian nasional wanita India adalah Sari.

Sedangkan pakaian Tradisional adalah pakaian yang menunjukkan ciri dari satu daerah, dan pakaian ini biasanya dipakai pada upacara-upaca adat setempat. Di Indonesia pada saat ini terdapat 33 pasang bentuk pakaian tradisional, dan setiap pakaian daerah tersebut dapat lagi berkembang dengan berbagai bentuk sesuai dengan upacara adat yang dilaksanakan. Misalnya pakaian untuk upacara kelahiran, pernikahan dan kematian.

Sebagaimana yang diuraikan di atas bahwa pakaian yang digunakan untuk adat istiadat dan ritual lainnya agak bertahan lama, tidak dapat diganti dengan mudah karena ia mempunyai fungsi dan makna lain iaitu tidak untuk utiliti saja. Pada peralatan seperti itu, ia mempunyai makna dan nilai estetik yang difahami oleh anggota budaya setempat. Keadaan demikian masyarakat itu dapat di dalam semua masyarakat Nusantara termasuk masyarakat Minang. Masyarakat ini juga masih mengamalkan budaya tradisi nenek moyang mereka. Mengikut Yunus et.al (1997:257) bahwa kehidupan suatu suku di Indonesia sebahagian besar masih cenderung berpegang kepada budaya nenek moyang atau leluhurnya, meskipun terdapat juga sejumlah suku yang tidak lagi memakai warisan budaya leluhurnya, ataupun memakai sedikit saja. Ini menunjukkan budaya tradisi atau leluhur masih di warisi.

Dalam bidang antropologi budaya, pakaian merupakan sebahagian dari unsur budaya benda yang berfungsi melengkapi keperluan hidup manusia. Mengikut Robert F.G (1970:4), budaya benda1 ialah,

… is the name given to the man-made physical products of human behavior patterns, including structures, clothing, other containes: the whole paraphernalia with man surrounds himself.

Walaupun budaya benda lebih menampakkan bentuk visual (tampak) tetapi tetap berkaitan dengan masalah non-material. Melalui pendekatan antropologi-budaya kedua-dua unsur ini saling melengkapi inti budaya. Segala unsur budaya non-material yang meliputi masalah moral, adat istiadat, kepercayaan, undang-undang, eksperesi seni memerlukan ‘peralatan’ yang berbentuk benda. Bentuk dan peralatan inilah yang perlu di ketahui simbol yang mempunyai makna dan fungsinya sebagai bahan budaya benda, sering juga bertindih lapis dalam berbagai-bagai sistem: wujud sebagai benda budaya, ekonomi ataupun teknologi. Dalam teknologi pembuatan, perkakas (tools) adalah alat, bahan buatan yang digunakan untuk mewujudkan dan mendukung pada penampilan dan status sosial sipemakai.

Pakaian adalah salah satu benda budaya yang digunakan dalam kehidupan keseharian manusia, dicipatakan atau dibuat dari bahan tekstil, melalui proses atau teknik menjahit pakaian itu sendiri. Sebagai bahan peralatan seharian atau unsur benda budaya pakaian mempunyai dua fungsi, pertama pakaian sebagai mempermudah pergaulan (satatus sosial), kedua pakaian sebagai melindungi manusia dari cuaca sekitarnya (kesehatan).

Lebih tepat lagi proses penciptaan atau pembuatan pakaian memerlukan keterampilan atau kemahiran yang melibatkan pengolahan bahan mentah, keterampilan dalam membentuk fungsi gunaan dan nilai estetis, unsur spiritual culture (istilah Antropologi) atau mental culture sebagai inti daripada keseluruhan makna kebudayaan. Oleh itu pakaian tidak saja berfungsi untuk melindingi diri dari alam sekitar, tetapi juga membawa nilai kesopanan dan membawa nilai simbolis (spiritual culture).

REKA BENTUK PAKAIAN TRADISIONAL MINANG

Suku Minang sebagai salah satu suku yang ada di Nusantara terdapat di pulau Sumatera, tepatnya provinsi Sumatera Barat, memiliki corak budaya tradisi dan leluhur mereka tidak sama dengan suku kebanyakan, ia mempunyai ciri tersendiri. Salah satu ciri budaya Minang yang terkenal ialah sistem keturunan mengikut garis perempuan (ibu), yang selalu disebut dengan istilah matrilinial. Dalam sistem ini perempuan ditunjuk sebagai ketua keluarga, yang juga bererti menjadi sebuah keluarga dalam rumahgadangnya. Perempuan yang menjadi ketua itu dalam bahasa Minang disebut dengan Bundo Kandung atau“Limpapeh Rumahgadang”. Gelar ini diberikan kepada perempuan yang sudah dewasa dan mampu mengatur segala urusan dalam rumahgadang dalam kaumnya. Dalam mamangan adat Minang diandaikan seorang bundokanduang adalah limpapeh rumahgadang, pusek jalo kumparan tali, sumarak di dalam kampuang, hiasan dalam nagari.

Mamangan adat diatas menyiratkan bahwa perempuan sebagai bundokanduang selain menjadi pengemban zuriat (keturunan), ia juga sebagai lambang kepemimpinan dalam rumahgadang, dapat disebut juga dengan tunggak tuo (tunggak atau tonggak atau tiang utama dalam konstruksi sebuah rumahgadang. Mengingat fungsinya diibaratkan sebagai tunggak tuo dalam rumahgadang ianya haruslah seorang yang kuat, kokoh, menyanggah tiang-tiang lain. Seorang bundokanduang juga berperan diluar rumahnya (dalam kaum diluar rumah), artinya peran dalam sepersukuannya. Karena sangat besar dan sangat kompleksnya fungsi seorang wanita dalam adat Minang, maka pakaian yang dipakainya merupaka cerminan dari fungsinya dalam adat Minangkabau.

Oleh karena itu Secara umum pengertian pakaian dapat dihubungkan dengan maksud proses (perbuatan): pakai yaitu, memakai sesuatu; mengenakan, maka dikenakan orang petam dan pontoh (Sej.Melayu:59) atau pakaian yaitu bentuk atau benda (memakai, keris, senjata atau bau-bauan). Arti dasar pakaian adalah membawa maksud sesuatu yang dipakai (baju, sepatu, kain dan lain sebagainya yang melekat dibadan); sesuatu yang biasa digunakan, dikerjakan, kebiasaan (Iskandar, 1970:796).

Pakaian sebagai unsur tradisi adat, sebagai simbol disebut sebagai ‘berpakaian’…’akan putera Sultan itu belumlah lagi “berpakaian subang” (Misa Melayu, 1966:39); dihubungkan dengan adat tradisi dapat dijadikan simbol ‘memakai pakaian selengkapnya, (Misa Melayu, Hik. Hang Tuah, Sej. Melayu). Dalam konteks budaya tradisi, cara berpakaian atau seni berpakaian dapat dikaitkan dengan budaya non-material misalnya suatu pakaian yang mengandung makna atau sebagai simbol.

Terdapat beberapa istilah yang dapat dikaitkan dengan bentuk-bentuk atau desain pakaian atau rekabentuk pakaian (William Geddie, 1961) yaitu:

clothing, cloth-woven material from with garments or covering are made; a piece of this material (Geddie : 199).

costume – a manner of dreeeing (ibid : 239).

dressing – to straighten : to flatten : to smooth (ibid : 231)

garment – any article of clothing (ibid : 436)

Keempat-empat perkataan di atas memang saling berkaitan. Collins Dictionary the English Language (1981 : 287) menjelaskan:

Cloth adalah bahan dasar untuk membuat pakaian. Berasal dari perkataan Inggeris lama: clathian, form clath – cloth; yaitu, a fabric formal by weaving, felting or knitting wool, cotton, etc; clothe – clothe – clothes, clo-thing, clothed or clad –

to dress or attire, (a person)

to provide with clothing or covering

to conseal or disguise

to endow or invest

Dari bahan (cloth, fabric) dijadikan pakaian (clothes); mempunyai desain (rekabentuk) (dress, garment: a robe, coat) dan lengkap (costume).

Costume ialah, a complete style of dressing, including all the clothes, accessories, et one time, as in a particular country or period; dress: national costume’ (ibid.:339). An Etymological Dictionary of the English Language (1974::138), menjelaskan akar perkataan itu berasal dari bahasa Latin (costume). Consuetudinem2

Istilah dan makna pakaian yang disebut di atas melibatkan peranan bahan dasar (cloth, textile, fabric), menggunakan, memakai: memperhalus, peralatan dan kelengkapan untuk memperagakan model pakaian. Makna yang lebih luas, pakaian bukan sekedar pakaian. Pakaian adalah hasil seni (wearable art atau art to wear) yang dipadankan dengan perhiasan atau asesories (ornament, jewellery). Secara menyeluruh pakaian merangkumi nilai kemasyarakatan dan adat istiadat.

Dress Collection di Horniman Museum, Foresthil, London telah menjelaskan bahan clothing lengkap dengan perhiasan sebagai bahan dressing. Perhiasan yang dimaksud adalah: hiasan kepala seperti turban India, tajak Melayu; hiasan jari cincin; hiasan leher, gelang tangan, hiasan telinga.

Istilah seperti “busana3 (Jawa-Sanskerit) memberikan makna dan fungsi pakaian yang hampir seragam dengan pakaian adat Minangkabau. Ragam busana diartikan sebagai memakai pakaian dan perhiasan yang indah-indah, khususnya untuk upacara adat dan kesenian.

Sebagaimana istilah dan makna pakaian di atas, menurut Rosmy Gazali (1976) bahwa bentuk dasar pakaian ada tiga yaitu bentuk dasar balut, kaftan dan kutang. Ketiga bentuk inilah yang menjadi dasar perkembangan rekabentuk dasar pakaian yang ada sekarang ini. Apabila dilihat bentuk dasar pakaian tradisional seperti aneka baju kurung adalah perkembangan dari reka bentuk dasar kutang. Sedangkan perkembangan berbagai rekabentuk kebaya adalah merupakan perkembangan bentuk dasar kaftan.

Dalam pakaian tradisional Minang pakaian laki-laki dengan perempuan pada prinsipnya mempunyai rekabentuk sama, terdiri daripada tiga bahagian besar yaitu pakaian sebagai penutup badan atas (aneka tutup kepala), penutup bahagian badan (aneka baju bersibar), dan penutup badan bawah celana panjang dengan pesak besar.

Aneka penutup bahagian atas:

Laki-laki

Deta bakaruik, terbuat dari bahan satin warna hitam. Deta ini adalah simbol kepemimpinan yang sangat arif, mempunyai sifat "alam laweh dan bapadang lapang" artinya seorang pemimpin harus sabar, dan mempunyai pandangan jauh kedepan dalam hal mengurus masyarakat (kaumnya). Warnanya hanya terbuat dari warna hitam yang melambangkan kekokohan, tahan tapo (terpa), tidak mudah menyerah.

Saluak. saluak terbuat dari bahan batik jawa halus (batiak jao), bahagian ini juga ciri dari pemimpin, hanya pemimpin yang dapat memakai tutup kepala ini, bahagian depan dari saluak terdapat lipit-lipit seperti tangga, ini melambangkan kepemimpinan bertingkat, sebagaimana mamangan adat "kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka pangulu, pangulu barajo ka mufakat".

Baju Gadang, baju ini bukan diartikan sebagai baju besar atau ukuran besar, melainkan baju kebesaran adat, tidak seorangpun dapat memakainya selain daripada penghulu bersangkutan. Rekabentuk baju ini adalah bersibar, mempunyai hiasan mansie pada pangkal lengan, garis leher pas, lengan lebar. bersibar berasal dari kata sibar yang artinya "bahagian darinya", artinya seorang pemimpin adalah bahagian daripada masyarakat (kaum) yang dipimpinnya, seorang pemimpin tidak merasa asing ditengah kaumnya. Baju ini juga tidak ada dibuat dengan warna lain selain warna hitam, sifat hitam disini sama artinya dengan hitam pada destar. Leher pas mengandung arti bahwa seorang pemimpin tidak dapat bicara sembarangan, ia juga tidak dapat berkelakan semaunya, berbicara seperlunya, tidak seperti orang kebanyakan jika berbicara. Baju ini dipakai dengan Sarawa Gadang, sarawa gadang mengandung arti ini juga mengandung arti celana kebesaran, sama dengan celana kebesaran seorang pemimpin. Pemimpin tidak dapat memakai celana ini bila tidak ada upacara-upacara.

Perempuan, tutup kepala perempuan disebut juga dengan “tingkuluak” tengkuluk. Adapaun seni memakai setiap tingkuluak pada prisipnya sama, yaitu dengan melilitkan ke kepala mulai dari muka atau belakang dililitkan ke arah kiri dan kanan lalu ditarik ke arah belakang dan menjuntai di bahagian belakang. Yang membedakan setiap tingkuluak adalah bahan dasar dan kesempatan memakainya (upacara) serta makna yang dikandungnya.

Jenis tingkuluak dalam adat Minang

Tingkuluak tanduak (tanduk) balapak (dengan kain songket balapak), tingkuluak ini dipakai pada kesempatan upacara adat besar (lambang urek).

Tingkuluak kompong batiak (batik), dipakai pada upacara adat biasa (kabuang batang).

Tingkuluak kompong talakuang (kain shalat perempuan warna putih), dipakai pada upacara kematian agar dapat menyolatkan si mayit.

Tingkuluak kain bugih (sarung sutera bugis), dipakai oleh tamu pada upacara adat besar, atau pada upacara menerima tamu pembesar adat.

Aneka penutup badan yaitu baju gadang (laki-laki), dan baju kurung. Baju gadang bukanlah baju besar akan tetapi baju yang dipakai pada upacara kebesaran adat seperti upacara pelantikan ketua adat. Adapun rekabentuk baju ini terdiri daripada badan baju, sibar baju dan lengan baju. Badan baju mengandung makna fungsi penghulu ditengah kaumnya, besar, kuat, dan juga mengandung makna hubungan yang sangat besar dengan sang Khalik. Lengan baju mengandung makna hubungan penghulu dengan alam sekitar (masyarakat dalam perkaumannya), artinya seorang penghulu tidak boleh membedakan-bedakan anggota kaumnya. Tidak boleh pilih kasih, adil dan bijaksana. Sibar yang menghubungkan lengan dengan bahagian badan mengandung makna peran penghulu dalam membimbing kaumnya ke arah adat basandi sarak, sarak basandi kitabullah. Artinya mmbimbing kaum kearah yang mengerti adat dan agama. Reka leher pas dipakai dileher sipemakai mengandung arti bahwa seorang pemimpin tidak dapat berbuat sembarangan berucap, tidak semua yang dirasa harus disampaikan pada khalayak umum.

Adapun rekabentuk bajukurung sama denga bajun baju gadang, sedikit terdapat perbedaan dalam kelengkapan memakai atau seni memakainya yaitu pada lengan, pada ujung bawah lengan baju ini di kuncupkan dengan memakai gelang ular. Gelang ular merupakan lambang kekuatan dan keberanian seorang pemimpin dihadapan kaumnya (dalam rumahgadang). Perempuanlah yang menjadi raja dalam rumahgadang ini yang diberi gelar Limpapeh Rumahgadang.

Rekabentuk penutup bahagian bawah yaitu sarawa (celana) gadang untuk laki-laki dan aneka lambak (sarung) untuk perempuan. Sarawa (celana) yang dimaksud adalah celana dengan rekabentuk pesak rendah sekali (pesak talapak itiak), reka ini adalah reka celana yang dapat dipakai dalam berbagai kesempatan, mulai dari kesempatan musyawaran, upacara dan beladiri.

Reka penutup bahagian bawah perempuan adalah aneka seni memakai sarung dengan berbagai bahan dasar. Seperti bahan balapak, batiak jao. Seni memakai lambak balapak ada dua cara, pertama balapak satu helai, kedua balapak balapih yang disebut dengan lambak dua (sarung lapis dua dengan batik jao) dan lambak ampek yaitu lambak balapak yang dihiasi dengan empat mansie (pita benang emas). Adapun perbedaan makna dari seni-seni memakai kain ini adalah pada lambak ampek mengandung arti empat kewajiban Limpapeh rumahgadang terhadap kaumnya dalam memimpin.

KESIMPULAN

Sebagaimana uraian diatas tentang hubungan Rekabentuk Pakaian Tradisional dengan Kepemimpinan nyata sangat terlihat hubungan yang sangat erat. Tidak dapat dipisahkan antara makna pakaian dengan fungsi seorang pemimpin dalam adat pada masyarakat Matrilinial di Sumatera Barat.

DAFTAR PUSTAKA

A.A Navis. 1984. Alam terkembang jadi guru, adat dan kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pustaka Grafitipers.

A.B.Dt.Majo Indo. 2003. Kato pusako, petatah, petitih, mamangan, pantun, ajaran dan falsafah Minangkabau. Bogor: Ligura

Amir Ms. 1997. Adat Minangkabau, pola dan tujuan hidup orng Minangkabau. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Anwar Din. 2007. Asas kebudayaan dan kesenian Melayu. Bangi: Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia.

Needham dan Whitehead dalam Othman Yatim. Simbolisme Dalam Kesenian Islam, JEBAT 14.1986 hlm 127-153

Geertz, C.1973.The interpretation of culture. New York: Basic Books.

No comments:

Post a Comment