Thursday 15 October 2009

NILAI ESTETIK DAN MAKNA SIMBOLIK KEMBAR MAYANG PESISIRAN

Oleh
MISTARAM
Jurusan Seni dan Desain,
Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang

ABSTRAK

Kembar Mayang Pesisiran adalah produk kebudayaan, yang mempunyai wujud dan maujud. Sebagai wujud atau artefak, kembar mayang mempunyai bentuk yang unik. Kembar Mayang Pesisiran dibuat dari unsur alam, yang terdiri dari batang pisang (gedebok), janur, dan dedaunan yang ada pada lingkungan di masyarakat pesisiran. Seting penelitian ini berada di kawasan daerah pedalaman yang berada di sekitar pantai Prigi, yaitu salah satu daerah pengguna tradisi yang bertahan sampai kini.
Permasalahan yang diangkat dalam referat ini, iaitu “mengapa” keyakinan dan ketekunan masyarakat sampai saat ini masih setia dalam menggunakan Kembar Mayang sebagai property utama dalam perkawinan adat.
Tujuan dari penulisan ini adalah menyebarluaskan hasil penelitian, yang hasil-hasilnya merupakan uraian tentang nilai estetik, dan makna simbolik yang terkandung di dalam Kembar Mayang Pesisiran, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan fungsinya dalam pranata sosial di masyarakat.
Hadirnya Kembar Mayang Pesisiran sebagai salah satu properti dalam upacara perkawinan, tampaknya tidak dapat dipisahkan dari keberadaan Dukun Temu dalam perkawinan adat, yang juga sebagai pemimpin pembuatan Kembar Mayang Pesisiran. Kembar Mayang Pesisiran adalah jenis Kembar Mayang yang digunakan oleh masyarakat petani atau nelayan, yang mempunyai eksistensi bentuk, fungsi dan struktur, nilai estetik, dan makna simbolik, sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat pesisiran. Kembar Mayang Pesisiran utama dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: bagian bawah (dasar), bagian tengah (badan),dan bagiatas atas (mahkota/kepala). Ketiga bagian itu menjadi satu secara integratif, yang dapat diabstraksi dari dua sisi, yaitu dari sisi samping yang digambarkan seperti gunungan, dan dari sisi atas yang digambarkan dalam bentuk lingkaran yang ditengahnya terdapat lingkaran kecil dan segi empat berarturan.
Nilai estetik Kembar Mayang Pesisiran dapat dilihat pada komposisi dasar, dan komposisi tegak. Komposisi dasar terdiri dari lingkaran tengah dan empat garis menyilang, merupakan komposisi stabil, dan kokoh, yang dapat di interpretasikan sebagai kesiapan mempelai baru untuk membentuk keluarga baru yang sesuai dengan pranata sosial di masyarakat dan lingkungannya. Komposisi tegak terdiri dari silinder dan segitiga sama kaki yang mengarah ke atas, yang mirip dengan gunungan, dapat diinterpretasikan sebagai hubungan antara manusia dengan manusia di masyarakat, dan manusia dengan Tuhan. Dalam tatanan kehidupan keseharian merupakan tuntunan kehidupan di masyarakat, serta tuntunan kehidupan nantinya, yaitu kehidupan setelah manusia meninggal dunia.
Makna simbolik pada Kembar Mayang Pesisiran, dimulai dari penyiapan bahan, proses pembuatan, sistem tebusannya, dan penggunaannya. Hal-hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. Menyiapkan bahan bakunya, yang disiapkan oleh Keluarga dekat, yang dilaksanakan secara ihklas, dengan sepenuh hati, dan bertanggung jawab. Bahan-bahan Kembar Mayang Pesisiran merupakan simbol pancaran Cahaya Suci, Bibit yang unggul, menjaga kelestarian lingkungan, keteguhan hati dan keihklasan. Proses pembuatannya dilaksanakan oleh Tim pembuat Kembar Mayang Pesisiran, adalah simbol dari sikap bekerja yang sungguh-sungguh, dengan selalu memohon kepada Tuhan YME akan keselamatan, dan diajuhkan dari segala godaan, serta rintangan.
Dalam proses pembuatann Kembar Mayang Pesisiran tersebut mempunyai makna simbolik sebagai kekuatan lahir batin, iklas, penuh etika, berserah diri, dan toleransi. Kembar Mayang Pesisiran setelah selesai dibuat diadakan upacara tebus Kembar Mayang Pesisiran, yang mempunyai makna simbolik sebagai penyiapan kehidupan keluarga di masyarakat, dan kehidupan antara manusia dengan Tuhan YME. Hal tersebut adalah untuk dapat terpenuhi kehidupan lahir-batin, dunia akhirat yang merupakan nilai pendidikan masyarakat.
Makna simbolik pada saat upacara tebus Kembar Mayang Pesisiran merupakan pendidikan etika dan norma-norma yang ada di masyarakat. Penghargaan Kembar Mayang Pesisiran sebagai benda sakral, dan berdo’a untuk para leluhurnya, dan berserah diri.
Makna simbolik pada saat penggunaannya, mempunyai makna simbolik sebagai tanda berterima kasih dan penghargaan kepada Tuhan Yang Mahaa Kuasa, dan merupakan penanda syahnya perkawinan adat. Hidup yang selalu berhati-hati, dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkawinan adalah mempersatukan kedua mempelai dan keluarganya, yang berarti memekarkan manusia dalam sistem kekerabatan.
LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan masyarakat, perkawinan merupakan keperluan untuk mengembangkan keturunan. Pada tatanan masyarakat di Jawa, perkawinan merupakan suatu aktivitas sosial, yang ditandai dengan kegiatan keagamaan yang berupa prosesi akad nikah. Pada umumnya masyarakat melengkapinya dengan kegiatan adat, iaitu upacara ritual temu manten. Upacara tersebut memerlukan berbagai properti yang unik, iaitu blaketepe dan tarup, yang berupa pintu gerbang masuk ke areal upacara. Properti lainnya adalahkwade(pelaminan), dan properti yang utama adalah Kembar Mayang. Ada dua jenis Kembar Mayang, iaitu Kembar Mayang Keraton, dan Kembar Mayang Pesisiran. Dua modelKembar Mayang tersebut mempunyai pola dasar yang sama, namun mempunyai isen-isen yang berbeda.
Kembar Mayang Pesisiran adalah jenis Kembar Mayang yang digunakan oleh masyarakat nelayan dan petani. Kembar Mayang ini dibuat dari unsur alam, yang terdiri dari batang pisang (gedebok), janur, dan dedaunan yang ada pada lingkungan di masyarakat pesisiran. Penyiapan bahan untuk membuat Kembar Mayang Pesisiran menunjukkan suatu keunikan tersendiri, iaitu pada saat mempersiapkan bahan yang berupa Janur Kuning (daun pohon Kelapa yang masih muda yang berwarna kuning). Janur Kuning diambil langsung dari pucuk pohon Kelapa, dengan persyaratan bahwa Janur Kuning tersebut tidak boleh dijatuhkan ke tanah pada saat pengambilannya. Kembar Mayang Pesisirandibuat secara khusus, dan pembuatnya berjumlah empat orang, yang dipimpin oleh seseorang yang juga sebagai Dukun Temu Manten. Pembuatan Kembar Mayang Pesisirandilaksanakan pada malam hari sekitar pukul 22.00 sampai sekitar pukul 24.00. Selesai pembuatan Kembar Mayang Pesisiran dilakukan upacara Tebus Kembar Mayang, iaitu upacara pembelian Kembar Mayang oleh yang mempunyai hajat perkawinan.
Pada tahapan berikutnya Kembar Mayang Pesisiran digunakan untuk mempertemukan kedua mempelai, dengan serangkaian upacara Temu Manten, yang dipimpin olehDukun Temu. Upacara Temu Manten tersebut merupakan suatu momentum yang di tunggu oleh masyarakat sekitarnya, yang merupakan suatu penanda syahnya perkawinan adat. Setelah selesai upacara Temu Manten, Kembar Mayang tersebut di”kembalikan”, dengan cara dibuang ke perempatan jalan, atau dibuang diatas tarup.
Dengan demikian Kembar Mayang Pesisiran adalah produk kebudayaan (artefact) yang mempunyai wujud, dan maujud. Wujud Kembar Mayang Pesisiran adalah bentuk fisik, yang merupakan rangkaian (reroncean) dari unsur-unsur janur kuning, yang di ronce menjadi bentuk-bentuk yang unik, seperti babon, pete-pete, kembang cari, gondel, sigi, payung-payungan, dan manuk-manukan. Roncetan tersebut ditancapkan pada batang psang (gedebok) yang berdiameter 15 cm,dan tingginya 20 cm, dan pada ujungnya ditali dengan dedauan yang telah dipersiapkan. Jenis dedaunan yang juga merupakan unsur isen-isen pada Kembar Mayang Pesisiran, iaitu daun beringin, daun andong, daun sigi manik, daun puring, daun lancur, dan daun mangkokan. Sedangkan maujud dari Kembar Mayang Pesisiran adalah nilai estetik dan makna simbolik yang merupakan bentuk yang tidak nyata, yang hadir dibalik bentuk yang nyata.
Kehadiran Kembar Mayang Pesisiran juga dilatar belakangi oleh kebudayaan masyarakat pesisiran, yang merupakan keperluan masyarakat, pranata sosial, dan lingkungannya. Dalam kajian ini dapat digambarkan dalam chart, sebagai berikut.
(Gambar 1: Kerangka Teoritik dan Hipotesis Kerja)
Masyarakat pesisiran dalam kajian ini adalah masyarakat yang bermukim di daerah pesisir pantai Prigi, Trenggalek, Jawa Timur, yang juga berada di daerah pegunungan dekat pantai. Masyarakatnya beragama Islam, tetapi mereka masih setia melakukan upacara perkawinan adat, dan masih selalu menggunakan Kembar Mayang sebagai properti utama dalam perkawinan adat. Mereka menganggapnya bila tidak menggunakan Kembar Mayang, upacara perkawinan tersebut tidak lengkap. Sehingga Kembar Mayang dianggapnya sebagai produk kebudayaan yang sakral sifatnya.
KEMBAR MAYANG SEBAGAI PRODUK KEBUDAYAAN
Edward B.Tylor (1973) memandang kebudayaan sebagai totalitas pengalaman manusia. Kebudayaan atau peradaban diambil dalam pengertian etnografis yang luas adalah keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat, kapabilitas, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan adalah penjumlahan total apa yang dicapai oleh individu dari masyarakatnya, keyakinan-keyakinan, adat-istiadat, norma-norma artistik, kebiasaan makan, dan ukiran-ukiran yang dimilikinya. Kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia sebagai mahluk sosial; yang isinya adalah perangkat-perangkat model pengetahuan atau sistem-sistem makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang ditransmisikan secara historis. Model-model pengetahuan ini digunakan secara selektif oleh warga masyarakat pendukungnya untuk berkomunikasi, melestarikan dan menghubungkan pengetahuan, bersikap serta bertindak dalam meng-hadapi lingkungannya untuk memenuhi berbagai kebutuhannya (Geertz, lihat juga Suparlan dalam Rohidi, 2000 :22). Kebudayaan merupakan pe-doman hidup yang berfungsi sebagai blueprint atau desain menyeluruh ba-gi kehidupan warga masyarakat pendukungnya; sebagai sistem simbol, pemberian makna, model kognitif yang ditransmisikan melalui kode-kode simbolik, dan juga merupakan strategi adaftif untuk melestarikan dan me-ngembangkan kehidupan dalam menyiasati lingkungan dan sumber daya disekelilingnya (Rohidi, 2000: 22-23).
Jadi kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat-istiadat atau sistem makna yang terjalin secara menyeluruh melalui simbol-simbol yang ditransmisikan secara histories, yang merupakan pegangan hidup bagi kehidupan masyarakat pendukungnya. Kebudayaan merupakan pedoman hidup masyarakat, yang bersifat tradisi, maupun yang sudah dikembangkannya, dan merupakan strategi adaptif dalam mempertahankan, dan mengembangkan lingkungan serta sumberdaya yang ada disekelilingnya.
Kembar Mayang sebagai produk kebudayaan, merupakan artefact yang didalamnya terdapat simbol-simbol yang memuat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, dan sistem makna dalam kehidupan masyarakat pesisiran.
KEMBAR MAYANG SEBAGAI KEPERLUAN MASYARAKAT
Manusia merupakan mahluk sosial juga merupakan mahluk budaya. Sebagai mahluk sosial tentunya manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia itu hidup alam interaksi dan interdependensi sesamanya. Oleh karena itu manusia tidaklah mungkin akan dapat memenuhi kebutuhannya tanpa adanya bantuan orang lain. Karena pada dasarnya manusia akan membutuhkan sesuatu dari orang lain, baik itu berupa jasmaniah (segi-segi ekonomis) maupun ruhaniah (segi spiritual). Dalam rangka mengembangkan sifat sosialnya manusia akan terjadi masalah-masalah sosial yakni bahwa masalah sosial itu selalu ada kaitannya dengan yang dekat dengan nilai-nilai (Ahmadi, dalam Jalaludin, 1997 : 112 ).
Memahami kehidupan manusia, tidak lepas dari kehidupan masyarakat, karena di dalamnya terdapat berbagai macam usaha yang dilakukan baik oleh individu maupun bersama-sama dengan individu-individu lainnya. Begitu pula dalam kehidupan bermasyarakat akan dijumpai usaha untuk mempersatukan atau adanya pertentangan yang terjadi di dalam masyarakat, tetapi yang penting adalah kehidupan dan dinamika masyarakat itu sendiri sebagai sistem sosial (Mutakin, dkk, 2004 : 25).
Kebutuhan masyarakat menurut Koentjaraningrat (1985) ada 8(delapan) macam pranata kebubadayaan berdasarkan kebutuhan hidup manusia, yaitu :
(1) Kinship (domistic institution) yaitu pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan hidup kekerabatan, misal ; pelamaran, perkawinan, dan lain-lain;
(2) Economic Institution, yaitu pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan pencaharian hidup, memproduksi, menimbun dan mendistribusikan harta-benda. Misal : pertanian, peternakan, industri, barter, dan lain-lain;
(3) Education Institution, yaitu pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan penerangan dan pendidikan manusia. Misal : penyuluhan, pendidikan formal, pers, dan lain-lain;
(4) Scientific Institution, yaitu pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, penelitian, metodik ilmiah, dan lain-lain;
(5) Aesthetic and Recreational Institution, yaitu pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia menyatakan rasa keindahannya dan untuk rekreasi. Misal Seni rupa, seni suara, seni tari, kesusastraan, dan lain-lain;
(6) Religius Institution, yaitu pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan/dengan alam gaib. Misal : masjid, gereja, do’a, tahlilan, dan lain-lain;
(7) Polical Institution, yaitu pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan kelompok secara kepartaian, pemerintahan, demokrasi, dan lain-lain; dan
(8) Somatic Institution, yaitu pranata yang mengurus kebutuhan jasmaniah dari manusia. Misal: pemeliharaan kecantikan, kesehatan, kedokteran, dan lain-lain (Wisadirana, 2004: 30).
Jadi kebutuhan masyarakat dan kebudayaan adalah suatu satuan sosial masyarakat yang berbudaya, yang dalam kehidupannya ada interaksi dan interdepensi sesamanya, yang membutuhkan pranata-pranata kebudayaan, dan nilai-nilai di dalam masyarakat.
Dalam satu satuan sosial masyarakat yang berbudaya, perkawinan adat merupakan pranata yang dilaksanakan untuk memenuhi keperluan hidup kekerabatan. Perkawinan adat mempertemukan dua keluarga yang terpisah, yang disatukan menjadi satu keluarga besar. Untuk menyatukan dua keluarga tersebut melalui perkawinan yang ditandai syahnya dengan menggunakan Kembar Mayang. Pada upacara perkawinan adat juga merupakan pemenuhan dalam aktivitas ritual, yaitu suatu pemenuhan keperluan dalam hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia. Kembar Mayang Pesisiran mempunyai makna tuntutan, yang dapat diuraikan pada setiap unsur-unsurnya. Tuntunan kepada masyarakat yang ditransmisikan dalam simbol-simbol, yang mempunyai makna pendidikan di masyarakat luas. Pendidikan di masyarakat tradisi di masyarakat pesisiran melalui simbol-simbol tersebut melalui makna simbolik pada setiap unsur-unsur yang ada pada Kembar Mayang Pesisiran. Selain mempunyai makna simbolik Kembar Mayang Pesisiranjuga mempunyai nilai estetik, yang dapat diamati secara maujud, yaitu nilai kebahagian lahir dan batin bagi pengguna Kembar Mayang Pesisiran yang dibuat secara tepat, dan lengkap. Lengkap itu indah, karena tanpa ada cacat.
LINGKUNGAN DAN SUMBERDAYA KEMBAR MAYANG PESISIRAN
Masyarakat pesisiran di Dusun Sumber Desa Prigi, adalah masyarakat penduduk asli daerah setempat, dan ada beberapa pendatang yang telah menyatu dalam satu satuan kebudayaan pesisiran. Lingkungan adalah lingkungan budaya, yang mempunyai makna sebagai lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. Lingkungan fisik masyarakat pesisiran adalah kondisi geografis yang terdiri dari daratan, lautan, pegunanungan yang melingkupi daerah panta Prigi, beserta manusia yang menempati pada areal geografis tersebut. Masyarakat peisisran panati Prigi adalah masyarakat nelayan, juga masyarakat petani.
Lingkungan fisik adalah lingkungan yang berupa alam, misalnya keadaan tanah, musim, dan sebagainya. Lingkungan alam yang berbeda akan memberi pengaruh yang berbeda pula kepada individu. Misalnya lingkungan hidup daerah pantai akan memberikan pengaruh yang berbeda dengan lingkungan daerah pegunungan. Di desa ini tumbuh berbagai tanaman untuk keperluan pembuatan Kembar Mayang, seperti pohon kelapa, dan berbagai tanaman yang lainnya, seperti tanaman Andong, Puring, Mangkokan, Sigi Manik, yang tumbuh subur di daerah ini. Lingkungan fisik terebut mendukung eksistensi Kembar Mayang Pesisiran.
Sedangkan lingkungan non fisik adalah (lingkungan sosial) adalah lingkungan masyarakat dalam suatu komunitas tertentu, dimana diantara individu dalam masyarakat tersebut terjadi interaksi. Lingkungan sosial akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku manusia. Masyarakat Dusun Sumber mempercayai pada adanya Kembar Mayang sebagai properti utama dalam perkawinan adat. Mereka mengetahuinya pada umumnya, unsur-unsurnya, menggunakannya, dan mempercayainya. Masyarakat hidup rukun, bersifat gotong royong, dan kekerabatannya kental, sehingga mendukung keberadaan Kembar Mayang Pesisiran.

PRANATA SOSIAL MASYARAKAT PENDUKUNG KEMBAR MAYANG
Pranata sosial di masyarakat pedesaan, seperti do’a bersama dari masyarakat desa, dalam rangka meminta hujan, karena terjadi kekeringan yang berkepanjangan. Do’a bersama tersebut dipimpin oleh seorang tokoh adat atau tokoh agama dengan diikuti makan bersama. Juga dilakukan keselamatan dengan do’a secara Agama Islam, dan ada do’a yang diperuntukkan bagi roh-roh leluhur yang dianggap dapat membantu terkabulnya do’a mereka.Masyarakat pedesaan mempercayai bahwa perkawinan sebagai persiapan untuk menuju kearah kemakmuran ekonomi. Menurut Redfield (dalam Wisadirana , 2004); dikemukakan tiga sikap atau nilai yang dimiliki oleh masyarakat pedesaan, yaitu : (1) Sikap intim dan hormat terhadap tanah leluhur, karena tanah dapat memberikan kehidupan dan penghidupan pada masyarakat, maka lahan harus dijaga agar dapat memberikan manfaat pada kebutuhan hidup atau ekonomi, dan oleh karena itu harus diusahakan sebagaik-baiknya, jangan sampai terjadi kerusakan. (2) Memiliki ide atau gagasan yang sangat dipercayai, bahwa pekerjaan pertanian adalah pekerjaan yang baik dan dapat memberikan kehidupan ekonomi bagi keluarganya dan masyarakat di pedesaan, sedangkan usaha dagang dianggap tidak terlalu baik bagi kehidupan ekonomi mereka. (3) menekankan kepada suatu kegiatan produktif sebagai suatu kebijakan utama (Wisadirana , 2004 : 60-67).
Dengan demikian pranata sosial di masyarakat merupakan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat yang berlaku pada komunitas tertentu, dengan berbagai norma dan nilai kebaikan dan keburukan, aturan-aturan yang tidak tertulis, yang disepakati oleh masyarakat pendukungnya.
Kembar Mayang Pesisiran adalah salah satu produk budaya yang diakui oleh masyarakat pendukungnya, yang merupakan salah satu pranata sosial masyarakat dalam prosesi perkawinan adat. Masyarakat mengetahuinya, memahaminya, dan menggunakan sebagai properti yang vital pranata sosial masyarakat yang berbudaya.
MASYARAKAT PESISIRAN SEBAGAI PENGGUNA KEMBAR MAYANG PESISIRAN
Masyarakat pesisiran adalah masyarakat yang berada pada satuan wilayah daratan pesisir yang berdekatan dengan laut, yang jauh dari pusat pemerintahan kota atau kabupaten. Kehidupan masyarakat pesisiran sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Selain sebagai nelayan, masyarakat yang mempunyai sawah atau ladang, mereka juga melakukan kegiatan bercocok tanam.
Masyarakat pantai atau pesisiran, pada umumnya adalah masyarakat campuran, antara penduduk asli dan pendatang. Sebab daerah pantai yang produksi ikannya banyak, akan didatangi oleh masyarakat nelayan dari daerah lain. Penduduk asli dan pendatang, pada umumnya mereka membawa serta kebudayaan dan kesenian masing-masing, sehingga antar penduduk asli dan pendatang terjadi akulturasi kebudayaan di daerah pesisiran tersebut. Akulturasi budaya terjadi dengan kesepahaman bersama, sehingga tidak ada pertentangan antar budaya yang dibawa oleh penduduk pendatang dengan penduduk asli daerah pesisiran.
Begitu juga keberadaan Kembar Mayang Pesisiran yang telah diyakini oleh masyarakat sebagai properti yang vital dalam perkawinan adat di masyarakat pesisiran, Kembar Mayang Pesisiran tersebut diakuinya sebagai penanda dalam perkawinan adat yang syah. Sehingga masyarakat pesisiran sepenuhnya menggunakan Kembar Mayang Pesisirandalam upacara perkawinan adat, dan masyarakat pesisiran adalah sebagai pendukung dan pengguna yang total sifatnya.
KEMBAR MAYANG PESISIRAN
Kembar Mayang Pesisiran dikatakan sebagai produk kesenian fungsional, karena produknya langsung digunakan oleh penggunanya, dan setelah selesai digunakan, Kembar Mayang Pesisiran tersebut langsung dibuang. Artinya, kehadiran Kembar Mayang sebagai kesenian fungsional bersifat sesaat, tidak akan digunakan oleh orang lain. Dengan demikian produk Kembar Mayang menjadi temporer, diulang sesuai dengan kebutuhan, dan menjadi milik masyarakat luas.
Kembar Mayang Pesisiran sebagai produk budaya, mempunyai nilai bentuk, struktur, mistis, estetik, dan simbolik. Keperluan manusia untuk mengungkapan perasaan keindahan, tampaknya berlaku secara universal, dan berlangsung sejak lama. Hasil-hasil penelitian lintas budaya dan sejarah pada aneka ragam kebudayaan telah menunjukkan bukti-bukti bahwa tidak ada kebudayaan yang pernah kita kenal, yang di dalamnya tidak menampung bentuk-bentuk dari ekspresi estetik. Ini menunjukkan bahwa betapapun sederhananya kehidupan manusia, di sela-sela memenuhi keperluan hidupnya yang bersifat primer, mereka senantiasa mencari peluang untuk memenuhi hasratnya dalam mengungkapkan dan memanfaatkan keindahan (Badcock, Boas, Read, dalam Rohidi, 2000: 2). Hadirnya Kembar Mayang Pesisiran sebagai salah satu properti dalam upacara perkawinan, tampaknya tidak dapat dipisahkan dengan Dukun Temu, yang juga pemimpin pembuatan Kembar Mayang Pesisiran, dan sekaligus menjadi salah satu bukti perwujudan dari keperluan masyarakat luas sebagai pendukungnya.
Jadi Kembar Mayang Pesisiran adalah jenis Kembar Mayang yang digunakan oleh masyarakat petani atau nelayan, yang mempunyai eksistensi bentuk, fungsi dan struktur, mistis, estetik, dan simbolik, sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat pesisiran, dan selalu digunakan sesuai dengan fungsi bagi masyarakat pendukungnya.
NILAI ESTETIK DAN MAKNA SIMBOLIK KEMBAR MAYANG PESISIRAN
Kembar Mayang Pesisiran sebagai penanda perkawinan adat, dibuat oleh Dukun Temu beserta para cantriknya. Kembar Mayang dibuat berdasarkan pesanan dari orang mempunyai hajat untuk mengkawinkan putranya. Dengan persyaratan bahwa bahan-bahan untuk Kembar Mayang disiapkan oleh orang yang mempunyai hajatan tersebut.
Makna secara umum dipandang sebagai analisis semiotik, untuk menggali makna dari tanda-tanda. Aspek penting dari kegiatan ini adalah mengenali bahwa makna bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh sebuah tanda karena dirinya sendiri; melainkan makna berasal dari hubungan-hubungan, dari konteks di mana tanda yang dimaksud didapat, atau dari sitem dimana tanda terletak. Seperti dikatakan oleh Saussure fungsi tanda-tanda bukan melalui nilai intrinsik mereka, tetapi melalui posisi mereka secara relatif “atau “ dalam bahasa hanya ada perbedaan-perbedaan” (Berger, 2000 : 220).
Kembar Mayang Pesisiran terdiri dari dua jenis, yaitu Kembar Mayang Pesisiran utama, dan pendampingnya. Kembar Mayang Pesisiran utama merupakan rangkaian dari janur, dedaunan, dan potongan batang pisang raja. Sedangkan pendampingnya adalah buah kelapa yang dibentuk seperti gunungan (watu gunung) yang diberi uliran janur(loto-loto).
Kembar Mayang Pesisiran utama dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: bagian bawah (dasar), bagian tengah (badan), dan bagiatas atas (mahkota/kepala). Ketiga bagian itu menjadi satu secara integratif, yang dapat diabstraksi dari dua sisi, yaitu dari sisi samping yang digambarkan seperti gunungan, dan dari sisi atas yang digambarkan dalam bentuk lingkaran yang ditengahnya terdapat lingkaran kecil dan segi empat berarturan.
(Gambar 2: Kembar Mayang Pesisiran dan penampangnya)
Rasa indah bagi masyarakat di Dusun Sumber adalah merupakan rasa penuh syukur, bila dalam perkawinan adat tersebut dapat dilaksanakan secara lancar, runtut, lengkap, dan tidak ada yang tertinggal. Kedua orang tua dan masyarakat yang ikut melaksakan upacara perkawinan adat merasa lega setelah upacara temu selesai, dan diakhiri dengan selamatan untuk mengirim do’a para leluluhur, serta berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang mana semua kegiatan upacara perkawinan adat, mulai dari manggulan, becekan dan temu kemanten, dapat berjalan secara mulus dan tidak ada rintangan suatu apapun.
Nilai estetik pada Kembar Mayang Pesisiran bagi masyarakat di Dusun Sumber, bahwa Kembar Mayang Pesisiran dibuat oleh Dukun Temu besama cantriknya, sebab masyarakat telah menaruh kepercayaan bahwa Tim tersebut adalah tim yang sudah dipercaya, dan merupakan ahlinya. Bila Kembar Mayang Pesisiran di buat oleh orang lain, masyarakat akan maido (cemoohan), dan tidak percaya. Jadi rasa indah itu juga kepercayaan kepada siapa yang membuat, dengan dengan bentuk yang sudah dibakukan. Makna estetik Kembar Mayang Pesisiran juga dapat dilihat pada komposisi dasar, dan komposisi tegak. Komposisi dasar terdiri dari lingkaran tengah dan empat garis menyilang, merupakan komposisi stabil, dan kokoh, yang dapat di interpretasikan sebagai kesiapan untuk membentuk keluarga baru yang dipersiapkan secara benar sesuai dengan pranata sosial di masyarakat dan lingkungannya. Komposisi tegak terdiri dari silinder dan segitiga sama kaki yang mengarah ke atas, yang mirip dengan gunungan, dapat diinterpretasikan sebagai hubungan antara manusia dengan manusia di masyarakat, dan manusia dengan Tuhan dalam tatanan kehidupan keseharian, dan merupakan tuntunan kehidupan di masyarakat, dan tuntunan kehidupan nantinya, yaitu kehidupan setelah manusia meninggal dunia.
Makna simbolik pada Kembar Mayang Pesisiran, dimulai dari penyiapan bahan, proses pembuatan, sistem tebusannya, dan penggunaannya. Hal-hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. Menyiapkan bahan bakunya, yang disiapkan oleh Keluarga dekat, yang dilaksanakan secara ihklas, dengan sepenuh hati, dan bertanggung jawab. Bahan-bahanKembar Mayang Pesisiran merupakan simbol pancaran Cahaya Suci, Bibit yang unggul, menjaga kelestarian lingkungan, keteguhan hati dan keihklasan. Proses pembuatannya yang dilaksanakan oleh Tim pembuat Kembar Mayang Pesisiran, adalah bekerja yang sungguh-sungguh, dengan selalu memohon kepada Tuhan YME akan keselamatan, diajuhkan dari segala godaan, dan rintangan. Dalam proses pembuatannya, mempunyai makna simbolik kekuatan lahir batin, iklas, dengan penuh etika, berserah diri dan toleransi. Upacara tebus Kembar Mayang Pesisiran, adalah untuk menyiapkan kehidupan keluarga di masyarakat, dan kehidupan manusia dengan Tuhan YME, agar terpenuhi kehidupan lahir-batin, dunia akhirat yang merupakan nilai pendidikan masyarakat. Makna simbolik pada saat upacara tebus Kembar Mayang Pesisiran , pendidikan etika dan norma-norma yang ada di masyarakat, menghargai Kembar Mayang Pesisiran sebagai benda sakral, dan berdo’a untuk para leluhurnya, dan berserah diri. Makna simbolik pada saat penggunaannya, mempunyai makna simbolik sebagai tanda berterima kasih dan penghargaan kepada Tuhan Yang Mahaa Kuasa, dan merupakan penanda syahnya perkawinan, dan hidup yang selalu berhati-hati, dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkawinan adalah mempersatukan kedua mempelai dan keluarganya, yang berarti memekarkan manusia dalam sistem kekerabatan.
Makna yang muncul dari segi sintaksis dan semantik berdasarkan atas interpretasi peneliti, dengan menggunakan gagasan Barthes, yaitu konsep denotasi, konotasi, dan mitos. Di dalam menganalisis secara pragmatis, pesan/tuntunan (message) yang disampaikan dalam setiap unsur Kembar Mayang Pesisiran disampaikan ke-pada masyarakat. Berkaian dengan ini peneliti adalah pengamat terpilih, sehingga interpretasi terhadap makna yang terkandung pada setiap unsur Kembar Mayang Pesisiran dapat diterima sesuai dengan ground (dasar) yang dipahami oleh pengamat/peneliti.
Berdasarkan uraian analisis sintaksis dan semantik diatas, dapat dibuat matrik analisis, sebagai berikut :
No. Nama Bagian Nama Unsur Sintaksis Semantik Pragmatis
1 Bagian Atas (mahkota) • Tujuh Unsur Bahan Alam
(tanaman/dedaunan) • Arah garis didominasi arah keatas, bentuk elip, dominan warna hijau • Harapan kehidupan di dunia dan akhirat, baik secara individu maupun kelompok, dengan pranata sosial kemasyarakatan. • Semangat hidup
• Daun Andong • Daun berwarna hijau, arah daun ke atas, panjang sampai 40 cm, dan lebar 8 cm. • Arah keatas menunjuk pada semangat dan harapan, sebgai lambang mengusung do’a kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. • Harapan
(berserah diri)
• Daun Puring • Daun berwarna hijau berbintik-bintik merah, coklat, dan kuning, lebar daun sekitar 10 cm, panjangnya sekitar 12cm. • Dalam kehidupan keluarga ada dinamika, dan dihindari sikap amarah, yang membuat orang sering cek-cok (uring-uringan). • Mawas diri
• Daun Sigi Manik • Tanaman langka sejenis tanaman epifit sejenis paku-pakuan, berwarna hijau dengan bintik-bintik kuning dan merah. • Sigi sepadan dengan bibit, danmanik sepadan dengan cairan air mani, yang merupakan bibit unggul yang tidak merugikan. • Selalu dipelihara
• Daun Lancur • Daunnya berwarna hijau, lebar kecil dan memanjang, lebarnya sekitar 3cm, dan panjangnya bisa sampai 30 cm, seperti lancurnya ekor ayam jantan. • Lancur adalah ekor ayam jantan, yang mempunyai kemampuan untuk mengkawini babon (ayam betina), yang mempunyai lambang perkasa, dan kejantanan. • Pelindung (perkasa)
• Daun Mangkokan • Tanaman perdu warna daunnya hijau, berbentuk seperti cawan dengan garis tengah sekitar 6 cm • Ibarat cawan yang mampu menampung cairan, dan tidk boleh tumpah, dan juga diibaratkan bisa mewadahi dan mengaturnya dengan baik • Daringan(lumbung)
• Daun Beringan • Tanaman rindang , daunnya kecil-kecil berwarna hijau, bentuknya bulat telur dengan ujung lancip, lebar 2,5 cm dan panjangnya 3,5 cm. • Rindang untuk berteduh berbagai binatang seperti burung, dan binatang lainnya. Dapat memberi perlindungan sengatan matahari, sehingga udara di bawahnya menjadi sejuk. • Tempat berteduh
• Mayang • Bunga pinang berwarna kuning, baunya harum, masih terbungku oleh kelopak dengan panjang sekitar 50 cm. • Ibarat bunga yang akan mekar dan berbau harum, yang bisa memberi suasana bau harum pada ruangan sekelilingnya. • Bisa menempatkan diri
2 Bagian tengah (badan) • Delapan unsur roncetan janur, yang ditancapkan pada batang pisang raja, dan di bagian tengah di ikat menjadi satu • Abstraksi dari Gunungan bila dilihat dari penampang samping, dan Kiblat Papat Lima Pancer, yang merupakan abstraksi dari penampang atas. • Kehidupan keluarga di masyarakat dan kehidyupan beragama, serta arah untuk mencari nafkah bagi laki-laki, dan peran sebagai ibu sebagai penata rumah tangga yang harmonis. • Membagi peran
• Babon • Roncetan janur dengan bahan dasar empat lajur janur yang diiris kedalam, setiap roncetan dirangkai dalam dua susunan. • Babon dimaknai sebagai pokok ikatan keluarga, yang berasal dari dua keluarga, yang ditancapkan pada batang pisang dengan empat arah, seperti arah mata angin, memberikan gambaran kedua mempelai yang diikat dalam perkawinan, yang mempunyai peran masing-masing secara harmonis. • Ikatan Keluarga
• Pete-pete • Roncetan janur dengan bahan dasar satu lajur janur diiris-iris arah kedalam, dikaitkan pada setiap irisan, dilipat, dan tersusun dalam lima susunan. • Pete-pete menyerupai duri ikan, yang melambangkan sikap yang hati-hati, karena duri ikan itu runcing, dan kalau mengenai bagian badan manusia tersa sakit, dan jangan menyakiti keluarga, maupun orang lain. • Hati-hati
• Kembang Cari • Roncetan dengan bahan dasar dua lajur janur, diris, dan dikaitkan menjadi dua susunan. • Kembang cari (kantil), merupakan bunga sesebahan kepada roh leluhur, dan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar kedua mempelai selalu saling mencintai dan mengasihi, selalu berdua-an yang salin mencari. • Cinta Kasih
• Gondel • Satu lajur janur yang diiris lekukan panjang, arah kedalam, dikaitkan dalam satu kaitan. • Gondel atauanting-anting yang selalau menjadi tempat harapan kedua orang tua yang akan menjadi orang yang jompo, dan selalu menimbang rasa (tantingan) antara orang tua dan isteri/suami. • Timbang Rasa
• Kupu-kupu • Roncetan satu lajur janur, diiris agak lebar menyerupai sayap kupu, dan setiap roncetan dikaitkan. • Kupu-kupu adalah lambang keindahan di dunia, yang bisa terbang kesana-kemari untuk mencari nafkah, dengan harapan kedua mempelai bisa mencari nafkah dengan mudah, bisa mencari madu di setiap bunga. • Berusaha
• Sigi • Roncetan satu lajur janur diiris kecil-kecil agak memanjang, tidak sampai pada lidi, dan pada ujung lidi disobek, dililitkan nejadi satu lilitan panjang. • Sigi adalah bibit, dengan harapan kedua mempelai mendapatkan bibit anak yang diharapkan bisa membahagiakan kedua orang tuanya, dan juga membahagian keluarganya. • Anak Shaleh
• Kembang Temu • Roncetan satu lajur janur diiris kecil-kecil, tidak sampai pada lidi, diseobek mulai dari ujung lidi sampai pada pangkalnya, dililitkan menjadi panjang. • Kembang Temu dimaknai sebagai dua bunga yang ditemukan dalam satu jamban, yang menyegarkan badan untuk mandi, yang mempunyai makna kesetaraan dari laki-laki dan perempuan, yang diikat dalam perkawinan adat, keduanya saling menghargai . • Saling menghargai
• Payung-payungan • Roncetan tiga lajur janur, disobek dari lidinya, dipotong, dan dikaitkan menyerupai payung-payungan, dan lidinya sebagai tangkainya. • Memayungi, mengayomi dalam satu satuan hukum adat, yang merupakan ikatan kekeluargaan, agar bisa hidup rukun dan saling mengerti, dan saling melindungi dari berbagai sengatan/ancaman dari luar, agar kehidupannya menjadi tenteram. • Hukum perkawinan
3 Bagian Bawah (Dasar) • Potongan Batang Pisang Raja dengan diameter 12 cm dan tingginya 16 cm berbentuk silinder. • Bentuk silinder, warna putih kekuningan, tempat menancapkan semua unsur kembar mayang, tempat menancapkan ikatan dedaunan dari mahkota Kembar Mayang. • Tempat berpijaknya semua harapan, yang digambarkan dalam hubungan horisontal dan vertikal, dan tempat untuk menempatkan landasan perkawinan yang kokoh. • Tidak mudah cerai
4 Pendamping Kembar Mayang Pesisiran (Watu Gunung) • Empat buah kelapa hijau masih muda (cengkir), yang dua buah di beri loto-loto satu, dan duan buah diberi loto-loto 3. • Setiap buah kelapa (cengkir) dipotong miring, sehingga bentuknya seperti gunungan kecil, bagian atas warna putih, bagian bawah warna hijau • Watu Gunung adalah keras dan kuat (kokoh), serta jangan sampai menjadi batu sandungan (halangan) dalam hidup keluarga baru (suami isteri). Mempunyai tekat yang bulat (kencenge pikir) dalam membina keluarga. • Tekat yang bulat

FUNGSI KEMBAR MAYANG PESISIRAN
Fungsi Kembar Mayang Pesisiran dalam kehidupan masyarakat, berfungsi sebagai pemersatu keluarga, dalam sistem kekerabatan. Berfungsi sebagai beteng budaya, dan juga sebagai pemekaran manusia dan syahnya dalam perkawinan adat, dan berfungsi dalam pendidikan masyarakat. Fungsi dalam pendidikan masyarakat yang merupakan pendidikan nilai, yang berkaitan dengan nilai baik-buruk, keselarasan dalam kehidupan di masyarakat, nilai tuntunan kehidupan keluarga dan keagamaan, berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yaitu merupakan hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan YME.
PENUTUP
Temuan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kembar Mayang Pesisiran merupakan satu penanda syahnya perkawinan adat di Dusun Sumber.
2. Kembar Mayang Pesisiran mempunyai makna estetik, simbolik, dan mempunyai fungsi pendidikan sebagai nilai tuntunan hidup di masyarakat.
3. Kembar Mayang Pesisiran adalah salah satu properti yang vital dalam perkawinan adat yang sampai kini masih digunakan secara tertib di masyarakat di Dusun Sumber.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
--------------, 1997, Upacara Adat Jawa Timur, Surabaya, Dinas P & K Daerah Prop. Jawa Timur
--------------, 2000, Upacara Adat Jawa Timur,Jilid 2-3, Surabaya, Dinas P & K Daerah Prop. Jawa Timur
Alfian, editor, 1985, Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan, Jakarta, Gramedia
Barthes, Roland, 1983, terjemahan Nurhadi, 2004, Mitologi, Yogyakarta, Kreasi Wacana.
Berger, Arthur Asa, 1984, terjemahan Dwi Maianto, 2000, Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, Yogyakarta, Tiara Wacana.
Endraswara, Suwardi, 2003, Mistik Kejawen, Sinkritisme, Simbolisme dalam Budaya Spiritual Jawa, Narasi, Yogyakarta
Hadi, Sumandiyo, 2006, Seni dalam Ritual Agama, Yogyakarta, Pustaka
Hariwijaya, 2004, Perkawinan Adat Jawa, Yogyakarta, Hanggar Kreator
Iswidayati, Sri, 2005, Seni lukis Jepang, Kajian Kultural dan histories, Semarang, Jurnal Seni Imajinasi, FBS Unnes Semarang Vol.3
Kaplan, David & Manners, Albert A, 1992, Teori Budaya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Kurniawan, 2002, Semiologi Roland Barthes, Magelang, Yayasan Indinesiatera
Mamannoor, 2002, Wacana Kritik Senirupa di Indonesia, Bandung, Nuansa.
Marianto, M Dwi, 2006, Quantum Seni, Semarang, Dahara Prize
Matsumoto, David, 2004, Pengantar Psikologi Lintas Budaya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Milles, B Mattehew & Hubberman, A Michael,1992, Analisis Data Kualitatif, diterjemahkan Tjetjep Rohendi Rohisi, Jakarta, UI Press
Masinambow, E K M, 1997, Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia, Jakarta, Asosiasi Antropolog Indonesia dan Yayasan Obor Indonesia.
Pateda, Mansoer, 2001, Semantik Leksikal, Jakarta, Rineka Cipta.
Purwadi, 2005, Ensiklopedi Kebudayaan Jawa, Yogyakarta, Bina Media
Rakhmat,Jalaluddin, 2001, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya,
Rohidi, Tjetjep Rohendi, 2000, Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan, Bandung, STISI
Rohidi, Tjetjep Rohendi, 2000, Ekpresi Seni Orang Miskin, Bandung, Yayasan Nuansa
Sumardjo, Jacob, 2000, Filsafat Seni, Bandung, ITB
Sukmana, Oman, 2003, Dasar-dasar Psikologi Lingkungan, Malang, UMM Press & Bayu
Wisadirana, Darsono, 2004, Sosiologi Pedesaan, Malang, UMM Press.

No comments:

Post a Comment